BISNIS WARALABA ( FRANCHISING ) DI INDONESIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Softskill Pengantar Bisnis
Oleh:
Rahayu Ningsih Simanungkalit
25210548
1EB12
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
DEPOK
2010
Kata Pengantar
Dewasa ini banyak masyarakat melakukan suatu kegiatan bisnis antara lain Franchising. Waralaba (Franchising) merupakan suatu kegiatan berbisnis dengan membeli hak lisensi dari pemilik perusahaan waralaba tersebut. Dengan memiliki keunggulan yang di dapatkan, membuat banyak masyarakat tertarik membangun usaha kecil dengan meraup keuntungan yang besar.
Atas dasar tersebut saya sebagai penulis ingin menuangkan pemahaman serta informasi yang saya dapatkan mengenai salah satu kegiatan bisnis yaitu Waralaba (Franchising) ke tengah-tengah masyarakat.
Namun sebelumnya izinkan saya mengucapkan Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan tuntunan kasihNya lah saya berhasil menyelesaikan Karya Tulis ini. Adapun judul yang saya pilih adalah ”BISNIS WARALABA (FRANCHISING) DI INDONESIA”.
Penyusunan Karya Tulis ini tidak lepas dari dorongan, bimbingan, serta bantuan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih untuk semua pihak yang ikut serta membantu dalam menyelesaikan Karya Tulis ini, kepada:
· Ibu Wuri P, selaku dosen mata kuliah Dasar Bisnis yang telah meluangkan waktu, tenaga, serta buah pikiran beliau untuk memberikan bimbingan dan pengarahan.
· Keluarga dan teman-teman saya yang memberikan dorongan sepenuhnya dari awal sampai akhir penulisan.
Terima kasih kepada semua pihak yang turut serta memberi motivasi dan masukan dalam menyusun Karya Tulis ini.
Akhir kata saya mengharapkan tulisan ini memberikan manfaat dalam menambah jendela informasi mengenai kegiatan Franchising dalam suatu kegiatan bisnis sehingga semakin memahami dan pembaca semakin bersemangat dalam menggeluti salah satu bidang bisnis tersebut.
Apabila ada kesalahan penulisan dalam Karya Tulis ini, saya sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun.
Depok, 27 November 2010
Penulis
Rahayu Ningsih Simanungkalit
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Konsep bisnis waralaba (franchise) akhir-akhir ini telah menjadi salah satu trendsetter yang memberi warna baru dalam dinamika perekonomian Indonesia.
Setidaknya dalam tiga tahun terakhir, animo masyarakat Indonesia terhadap munculnya peluang usaha waralaba sangat signifikan. Animo ini terefleksi pada dua cermin yakni : jumlah pembeli waralaba dan jumlah peluang usaha (business opportunity) yang terkonversi menjadi waralaba.
Sistem waralaba mulai di Indonesia dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya. Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Dengan melihat di negara-negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang.
Tonggak kepastian hokum, akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
- Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
- Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
- Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
- Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba di Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut. Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumah makan siap saji sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita yang berkedudukan sebagai penerima waralaba (franchisee) diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui master franchise yang diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk penerima waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan sistem piramida atau sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi.
Beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba di Indonesia antara lain IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG Consulting, JSI dan lain-lain. Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang secara berkala mengadakan roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional antara lain International Franchise and Business Concept Expo (Dyandra),Franchise License Expo Indonesia ( Panorama convex), Info Franchise Expo ( Neo dan Majalah Franchise Indonesia).
BAB II
ISI
2.1 Sejarah Waralaba (Franchising)
Waralaba diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Walaupun usahanya tersebut gagal, namun dialah yang pertama kali memperkenalkan format bisnis waralaba ini di AS. Kemudian, caranya ini diikuti oleh pewaralaba lain yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca Cola. Namun, menurut sumber lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca Cola, melainkan sebuah industri otomotif AS General Industry Motor ditahun 1898. Contoh lain di AS ialah sebuah sistem telegraf yang telah dioperasikan oleh berbagai perusahaan jalan kereta api, tetapi dikendalikan oleh Western Union serta persetujuan eksklusif antar pabrikan mobil dengan dealer. Waralaba saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah makan siap saji.
Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka restauran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restauran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran.
Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua. Perkembangan sistem waralaba yang demikian pesat terutama di negara asalnya,AS , menyebabkan waralaba digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS. Sedangkan di Inggris, berkembangnya waralaba dirintis oleh J.Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an. Bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi. Pemilik waralaba (franchisor) dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA.
2.2 Defenisi Waralaba (Franchising)
Waralaba atau Franchising (dari bahasa Prancis untuk kejujuran atau kebebasan) adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan. Menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia ialah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
Dalam sistem franchise ini paling sedikit ada dua pihak yang terlibat, yaitu:
- Franchisor, yaitu pihak yang menjual atau meminjamkan hak dagangnya, atau merk dagangnya serta sebuah sistem bisnis untuk menjalankan bisnis tersebut.
- Franchisee, yaitu pihak yang membayar royalti dan biaya lainnnya yang dipersyaratkan oleh franchisor untuk dapat menggunakan merk dagangnya serta sistem bisnis yang dirancang oleh franchisor.
Secara teknis, kontrak kerja antara franchisor dan franchisee inilah yang disebut franchise, tetapi kini lebih sering dianalogikan sebagai cara dari franchisee dalam menjalankan bisnisnya. Dalam metode bisnis franchise, franchisor mempersiapkan rencana lengkap tentang bagaimana cara mengatur dan menjalankan bisnis bagi franchisee.
2.3 Jenis waralaba
Waralaba dapat dibagi menjadi dua:
- Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
- Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.
2.4 Biaya waralaba
Biaya waralaba meliputi:
- Ongkos awal, dimulai dari Rp. 10 juta hingga Rp. 1 miliar. Biaya ini meliputi pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk membuat tempat usaha sesuai dengan spesifikasi franchisor dan ongkos penggunaan HAKI.
- Ongkos royalti, dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba operasional. Besarnya ongkos royalti berkisar dari 5-15 persen dari penghasilan kotor. Ongkos royalti yang layak adalah 10 persen. Lebih dari 10 persen biasanya adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran yang perlu dipertanggungjawabkan.
2.5 Waralaba di Indonesia
Konsep bisnis waralaba (franchise) akhir-akhir ini telah menjadi salah satu trendsetter yang memberi warna baru dalam dinamika perekonomian Indonesia. Kenaikan tersebut di karenakan besarnya keuntungan (profit) yang di dapatkan lebih besar dari pengeluaran dalam menjalani usaha bisnis tersebut.
Sebagai contoh saya mengambil beberapa bisnis waralaba di Indonesia, antara lain yaitu bisnis waralaba sebuah toko roti “Majestyk” dan kebab Turki “Baba Rafi”.
Awal mula berdirinya toko roti “Majestyk” pertama sekali di Kota Medan {Sumatera Utara}. Banyak ketertarikan warga akan produk yang ditawarkan membuat para pemilik utama “Majestyk” merambah ke alur yang lebih luas lagi dengan menjadikan produknya sebagai usaha waralaba yang hingga saat ini tercatat banyak nya toko roti ini bukan hanya merambah di Kota Medan saja, tetapi sudah sampai ke daerah Jakarta dan sekitarnya. Mengusung penganan khas kota Medan menjadi salah satu membuat usaha waralaba ini disenangi para pebisnis serta dengan penganan yang memiliki relatif terjangkau membuat banyak konsumen mengakibatkan meraupnya keuntungan yang besar tanpa harus bersusah payah mengorbitkan ke masyarakat dikarenakan produk ini sudah cukup memasyarakat.
Sementara Kebab Turki “Baba Raffi” memiliki keuntungan yang menjanjikan serta para calon pebisnis juga diberi pelatihan berusaha. Karyawan yang akan menjaga dagangan dilatih gratis, armada pengiriman bahan baku, alat burner kebab, satu unit counter, paket promosi, dan sebagainya.Harga yang di sajikan juga cukup terjangkau, para freenchise cukup menyediakan lahan yang sedikit serta modal yang terjangkau dapat meraup omset yang besar.
2.6 Keuntungan Waralaba
- Menawarkan keuntungan (profit) besar.
- Calon pebisnis waralaba diberikan pelatihan berusaha.
- Karyawan, bahan baku, alat- alat standart yang dibutuhkan dalam bisnis waralaba disediakan secara gratis oleh freencisor.
- Usaha yang di jalankan cepat berkembang. Karena dengan semakin banyak perusahaan yang menggunakan franchise berarti usaha yang dijalankan akan cepat dikenal masyarakat, masyarakat juga dengan mudah memperoleh produk yang di inginkan dengan standart kualitas dan penyajian yang sama.
- Biaya promosi murah.
BAB III
Kesimpulan dan Saran
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah di kemukakan di atas, maka ditarik kesimpulan bahwa hukum bisnis waralaba (franchise) sangat tergantung kepada kesesuaian bidang usaha bisnis franchise dan system serta mekanisme kerjasamanya dengan prinsip syariah dan ketiadaan dari segala tantangan syariah dalam bisnis tersebut namun secara umum. Berbisnis melalui waralaba adalah suatu jalan yang baik untuk dicoba, karena metode ini selain membawa keuntungan bagi para pihak.
3.2 Saran
Adapun yang harus dilakukan oleh calon franchisee untuk dapat mengetahui propek franchise yang akan dibelinya antara lain:
- Pertama, lihatlah bisnis yang sudah berjalan, apakah sukses atau tidak. Sukses atau tidaknya suatu bisnis secara detail dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan.
- Kedua, lihatlah apa yang menjadi daya tarik dari bisnis tersebut. Apakah kelebihan bisnis tersebut yang dapat menarik pengunjung labih banyak dibandingkan dengan bisnis sejenis. Hal ini penting karena dalam memasarkan sebuah barang atau jasa, differensiasi atau keunikan menjadi hal utama dalam menarik minat pengunjung.
- Ketiga, telitilah apakah perusahaan tersebut sudah memiliki sebuah sistem dan prosedur standar dalam menjalankan bisnisnya. Sistem ini harus sudah teruji mampu mengatasi masalah yang mungkin terjadi dilapangan. Selain itu program promosi yang dilakukan oleh franchisor harus diketahui oleh franchisee, karena promosi ini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan bisnis.
- Keempat, cari tahu sudah berapa banyak franchisee yang menjalankan franchise tersebut, dan jika memungkinkan carilah informasi dari para franchisee itu mengenai bisnis yang sudah berjalan, dukungan dari franchisor dalam mengatasi masalah dan prospek kedepan mengenai bisnis tersebut.
- Kelima, cari tahu mengenai franchise lain yang bergerak di bidang usaha yang sama, apa saja kelebihan dan kekurangan franchise tersebut dibandingkan franchise yang sedang kita bidik, untuk mendapatkan pandangan yang lebih objektif dalam menentukan pilihan. Siapa tahu ada franchise lain yang memiliki prospek lebih baik.